Yang dimaksud dengan Lembaga-Lembaga Negara adalah alat
perlengkapan Negara sebagaimana dimaksudkan oleh Undang-undang Dasar 1945,
yaitu:
1. Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah salah satu lembaga negara
dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, yang terdiri atas anggota Dewan
Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah. Dahulu sebelum Reformasi
MPR merupakan Lembaga Negara Tertinggi, yang terdiri dari anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Utusan Daerah, dan Utusan Golongan.
Jumlah anggota MPR periode 2009–2014 adalah 692 orang, terdiri
atas 560 Anggota DPR dan 132 anggota DPD. Masa jabatan anggota MPR adalah 5
tahun, dan berakhir bersamaan pada saat anggota MPR yang baru mengucapkan sumpah/janji.
Tugas dan wewenang MPR antara lain:
·
Mengubah dan menetapkan (Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
1945), (Undang-Undang Dasar)
·
Melantik Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan
umum.
·
Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan (Mahkamah Konstitusi)
untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden dalam masa jabatannya.
·
Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden
mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya
dalam masa jabatannya.
·
Memilih Wakil Presiden dari 2 calon yang diajukan Presiden
apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya.
·
Memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti
secara bersamaan dalam masa jabatannya.
Anggota MPR memiliki hak mengajukan usul perubahan pasal-pasal
UUD, menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan putusan, hak imunitas, dan
hak protokoler. Setelah Sidang MPR 2003, Presiden dan wakil presiden dipilih
langsung oleh rakyat tidak lagi oleh MPR. MPR bersidang sedikitnya sekali dalam
lima tahun di ibukota negara.
Sidang MPR sah apabila dihadiri:
·
sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah Anggota MPR untuk memutus
usul DPR untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden
·
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anggota MPR untuk mengubah
dan menetapkan UUD
·
sekurang-kurangnya 50%+1 dari jumlah Anggota MPR sidang-sidang
lainnya
Putusan MPR sah apabila disetujui:
·
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anggota MPR yang hadir untuk
memutus usul DPR untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden
·
sekurang-kurangnya 50%+1 dari seluruh jumlah Anggota MPR untuk
memutus perkara lainnya.
Sebelum mengambil putusan dengan suara yang terbanyak, terlebih
dahulu diupayakan pengambilan putusan dengan musyawarah untuk mencapai mufakat.
Alat kelengkapan MPR terdiri atas:
1.
Pimpinan, Panitia Ad Hoc, dan Badan Kehormatan.
Pimpinan MPR terdiri atas seorang ketua dan 4 orang wakil ketua
yang dipilih dari dan oleh Anggota MPR dalam Sidang Paripurna MPR.
Pimpinan MPR periode 2009–2014 adalah:
·
Ketua: Taufiq Kiemas (F-PDIP)
·
Wakil Ketua: Hajriyanto Y. Thohari (F-PG)
·
Wakil Ketua: Melani Leimena Suharli (F-PD)
·
Wakil Ketua: Lukman Hakim Saifudin (F-PPP)
·
Wakil Ketua: Ahmad Farhan Hamid (Kelompok DPD)
Berdasarkan UUD 1945 (sebelum perubahan), MPR merupakan lembaga
tertinggi negara sebagai pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat.
Perubahan UUD 1945 membawa implikasi terhadap kedudukan, tugas, dan wewenang
MPR. Kini MPR berkedudukan sebagai lembaga tinggi negara yang setara dengan
lembaga tinggi negara lainnya seperti Lembaga Kepresidenan, DPR, DPD, BPK, MA,
dan MK.
MPR juga tidak lagi memiliki kewenangan untuk menetapkan GBHN.
Selain itu, MPR tidak lagi mengeluarkan Ketetapan MPR (TAP MPR), kecuali yang
berkenaan dengan menetapkan Wapres menjadi Presiden, memilih Wapres apabila
terjadi kekosongan Wapres, atau memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila
Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat
melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersama-sama. Hal ini
berimplikasi pada materi dan status hukum Ketetapan MPRS/MPR yang telah
dihasilkan sejak tahun 1960 sampai dengan tahun 2002.
Saat ini Ketetapan MPR (TAP MPR) tidak lagi menjadi bagian dari
hierarki Peraturan Perundang-undangan. Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri
atas anggota-anggota dari Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan
utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan menurut aturan yang
ditetapkan dengan Undang-Undang. Undang-undang yang mengatur susunan Majelis
Permusyawaratan Rakyat, dewasa ini ialah Undang-Undang No. 16 tahun 1969 jo. UU
No. 5 Tahun 1975, tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Tugas Majelis
Permusyawaratan Rakyat(MPR), adalah:
1. Menetapkan Undang-Undang Dasar.
2. Menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara.
3. Memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden.
4. MPR dapat memberhentikan Presiden sebelum habis masa
jabatannya.
2. Presiden dan Wakil
Presiden
Presiden memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD, dan dalam
melakukan kewajibannya dibantu oleh Wakil Presiden. (Pasal 4) Presiden berhak
mengajukan RUU, dan menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan UU (Pasal
5).
Tugas dan wewenang
Presiden antara lain:
1. Memegang kekuasaan tertinggi atas AD, AL dan AU (Pasal 10).
2. Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan
Negara lain dengan persetujuan DPR, terutama yang menimbulkan
akibat yang luas dan mendasar bagi Negara (Pasal 11).
3. Menyatakan keadaan bahaya, yang syarat dan akibatnya
ditetapkan dengan UU (Pasal 12).
4. Mengangkat dan menerima duta dan konsul dengan memperhatikan
pertimbangan DPR (Pasal 13).
5. Presiden memberikan grasi dengan pertimbangan MA, dan
memberikan amnesty dan abolisi dengan pertimbangan DPR (Pasal 14).
6. Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda
kehormatan menurut UU (Pasal 15).
7. Presiden membentuk dewan pertimbangan yang bertugas memberi
nasehat dan pertimbangan kepada Presiden (Pasal 16).
8. Presiden juga berhak mengangkat menteri-menteri sebagai
pembantu Presiden (Pasal 17).
3. Dewan Perwakilan
Rakyat(DPR)
Dewan Perwakilan Rakyat adalah lembaga tinggi negara dalam
sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan lembaga perwakilan rakyat dan
memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang. DPR memiliki fungsi legislasi,
anggaran, dan pengawasan. DPR
terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum, yang dipilih
berdasarkan hasil Pemilihan Umum. Anggota DPR periode 2009–2014 berjumlah 560
orang. Masa jabatan anggota DPR adalah 5 tahun, dan berakhir bersamaan pada
saat anggota DPR yang baru mengucapkan sumpah/janji.
Sejarah DPR RI dimulai sejak dibentuknya Komite Nasional
Indonesia Pusat (KNIP) oleh Presiden pada tanggal 29 Agustus 1945 di Gedung
Kesenian, Pasar Baru Jakarta yang kemudian dijadikan sebagai hari lahir DPR RI.
Dalam Sidang KNIP yang pertama dipilih pimpinan sebagai berikut:
·
Ketua : Mr. Kasman Singodimedjo
·
Wakil Ketua I : Mr. Sutardjo Kartohadikusumo
·
Wakil Ketua II : Mr. J. Latuharhary
·
Wakil Ketua III : Adam Malik
Adapun pimpinan saat ini (2010) sebagai berikut:
·
Ketua: H. Marzuki Alie, SE., MM. (Fraksi Partai Demokrat)
·
Wakil Ketua: Ir. Taufik Kurniawan, MM. (Fraksi Partai Amanat
Nasional)
·
Wakil Ketua: Drs. H. Priyo Budi Santoso (Fraksi Partai Golongan
Karya)
·
Wakil Ketua: Ir. H. Pramono Anung Wibowo, MM. (Fraksi Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan)
·
Wakil Ketua: H.M. Anis Matta, Lc. (Fraksi Partai Keadilan
Sejahtera)
Jika dihitung sejak Proklamasi 17 Agustus 1945, DPR RI saat
(2010) ini adalah dewan yang ketujuhbelas. Dewan-dewan selengkapnya sebagai
berikut:
·
Dewan Pertama: Komite Nasional Indonesia Pusat (29 Agustus 1945
– 15 Agustus 1950)
·
Dewan Kedua: DPR Republik Indonesia Serikat (15 Februari 1950 –
15 Agustus 1950)
·
Dewan Ketiga: DPR Sementara (16 Agustus 1950 – 26 Maret 1956)
·
Dewan Keempat: DPR Pemilu 1955 (26 Maret 1956 – 22 Juli 1959)
·
Dewan Kelima: DPR Peralihan (22 Juli 1959 – 26 Juni 1960)
·
Dewan Keenam: DPR Gotong Royong (26 Juni 1960 – 15 November
1965)
·
Dewan Ketujuh: DPR Gotong-Royong tanpa PKI (15 November 1965 –
19 November 1966)
·
Dewan Kedelapan: DPR Gotong Royong – DPR Orde Baru (19 November
1966 – 28 Oktober 1971)
·
Dewan Kesembilan: DPR Pemilu 1971 (28 Oktober 1971 – 1 Oktober
1977)
·
Dewan Kesepuluh: DPR Pemilu 1977 (1 Oktober 1977 – 1 Oktober
1982}
·
Dewan Kesebelas: DPR Pemilu 1982 (1 Oktober 1982 – 1 Oktober
1987)
·
Dewan Keduabelas: DPR Pemilu 1987 (1 Oktober 1987 – 1 Oktober
1992)
·
Dewan Ketigabelas: DPR Pemilu 1992 (1 Oktober 1992 – 1 Oktober
1997)
·
Dewan Keempatbelas: DPR Pemilu 1997 (1 Oktober 1997 – 1 Oktober
1999)
·
Dewan Kelimabelas: DPR Pemilu 1999 (1 Oktober 1999 – 1 Oktober
2004)
·
Dewan Keenambelas: DPR Pemilu 2004 (1 Oktober 2004 – 1 Oktober
2009)
·
Dewan Ketujuhbelas: DPR Pemilu 2009 (mulai 1 Oktober 2009)
Tugas dan wewenang DPR antara lain:
·
Membentuk Undang-Undang yang dibahas dengan Presiden untuk
mendapat persetujuan bersama
·
Membahas dan memberikan persetujuan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang
·
Menerima dan membahas usulan RUU yang diajukan DPD yang
berkaitan dengan bidang tertentu dan mengikutsertakannya dalam pembahasan
·
Menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan
pertimbangan DPD
·
Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN, serta
kebijakan pemerintah
·
Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan memperhatikan
pertimbangan DPD
·
Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas
pertanggungjawaban keuangan negara yang disampaikan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan;
·
Memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan
pemberhentian anggota Komisi Yudisial
·
Memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi
Yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden
·
Memilih tiga orang calon anggota hakim konstitusi dan
mengajukannya kepada Presiden untuk ditetapkan;
·
Memberikan pertimbangan kepada Presiden untuk mengangkat duta,
menerima penempatan duta negara lain, dan memberikan pertimbangan dalam
pemberian amnesti dan abolisi
·
Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang,
membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain
·
Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi
masyarakat
·
Memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang APBN
dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama;
·
Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang diajukan oleh
DPD terhadap pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan,
pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, sumber daya alam
dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan
agama;
Pada anggota DPR melekat hak ajudikasi dan legislasi yakni
berupa hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Anggota DPR
juga memiliki hak mengajukan RUU, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan
pendapat, membela diri, hak imunitas, serta hak protokoler.
Menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD,
dan DPRD, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, DPR berhak meminta pejabat
negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat untuk memberikan
keterangan. Jika permintaan ini tidak dipatuhi, maka dapat dikenakan panggilan
paksa (sesuai dengan peraturan perundang-undangan). Jika panggilan paksa ini
tidak dipenuhi tanpa alasan yang sah, yang bersangkutan dapat disandera paling
lama 15 hari (sesuai dengan peraturan perundang-undangan).
Alat kelengkapan DPR terdiri atas:
a.
Pimpinan
Kedudukan Pimpinan dalam DPR dapat dikatakan sebagai Juru Bicara
Parlemen. Fungsi pokoknya secara umum adalah mewakili DPR secara simbolis dalam
berhubungan dengan lembaga eksekutif, lembaga-lembaga tinggi negara lain, dan
lembaga-lembaga internasional, serta memimpin jalannya administratif
kelembagaan secara umum, termasuk memimpin rapat-rapat paripurna dan menetapkan
sanksi atau rehabilitasi. Pimpinan DPR bersifat kolektif kolegial, terdiri dari
seorang ketua dan 4 orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh Anggota DPR
dalam Sidang Paripurna DPR.
2.
Komisi
Komisi adalah unit kerja utama di dalam DPR. Hampir seluruh
aktivitas yang berkaitan dengan fungsi-fungsi DPR, substansinya dikerjakan di
dalam komisi. Setiap anggota DPR (kecuali pimpinan) harus menjadi anggota salah
satu komisi. Pada umumnya, pengisian keanggotan komisi terkait erat dengan
latar belakang keilmuan atau penguasaan anggota terhadap masalah dan substansi
pokok yang digeluti oleh komisi.
Pada periode 2009-2014, DPR mempunyai 11 komisi dengan ruang
lingkup tugas dan pasangan kerja masing-masing:
·
Komisi I, membidangi pertahanan, luar negeri, dan informasi.
·
Komisi II, membidangi pemerintahan dalam negeri, otonomi daerah,
aparatur negara, dan agraria.
·
Komisi III, membidangi hukum dan perundang-undangan, hak asasi
manusia, dan keamanan.
·
Komisi IV, membidangi pertanian, perkebunan, kehutanan,
kelautan, perikanan, dan pangan.
·
Komisi V, membidangi perhubungan, telekomunikasi, pekerjaan
umum, perumahan rakyat, pembangunan pedesaan dan kawasan tertinggal.
·
Komisi VI, membidangi perdagangan, perindustrian, investasi,
koperasi, usaha kecil dan menengah), dan badan usaha milik negara.
·
Komisi VII, membidangi energi, sumber daya mineral, riset dan
teknologi, dan lingkungan.
·
Komisi VIII, membidangi agama, sosial dan pemberdayaan
perempuan.
·
Komisi IX, membidangi kependudukan, kesehatan, tenaga kerja dan
transmigrasi.
·
Komisi X, membidangi pendidikan, pemuda, olahraga, pariwisata,
kesenian, dan kebudayaan.
·
Komisi XI, membidangi keuangan, perencanaan pembangunan
nasional, perbankan, dan lembaga keuangan bukan bank.
3.
Badan Musyawarah
Bamus merupakan miniatur DPR. Sebagian besar keputusan penting
DPR digodok terlebih dahulu di Bamus, sebelum dibahas dalam Rapat Paripurna
sebagai forum tertinggi di DPR yang dapat mengubah putusan Bamus. Bamus antara
lain memiliki tugas menetapkan acara DPR, termasuk mengenai perkiraan waktu
penyelesaian suatu masalah, serta jangka waktu penyelesaian dan prioritas RUU).
Pembentukan Bamus sendiri dilakukan oleh DPR melalui Rapat
Paripurna pada permulaan masa keanggotaan DPR. Anggota Bamus berjumlah
sebanyak-banyaknya sepersepuluh dari anggota DPR, berdasarkan perimbangan
jumlah anggota tiap-tiap Fraksi. Pimpinan Bamus langsung dipegang oleh Pimpinan
DPR.
4.
Badan Anggaran
Badan Anggaran DPR dibentuk oleh DPR dan merupakan alat
kelengkapan DPR yang bersifat tetap yang memiliki tugas pokok melakukan
pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Susunan keanggotaan Badan
Anggaran ditetapkan pada permulaan masa keanggotaan DPR. Susunan keanggotaan
Badan Anggaran terdiri atas anggota-anggota seluruh unsur Komisi dengan
memperhatikan perimbangan jumlah anggota Fraksi.
5.
Badan Kehormatan
Badan Kehormatan (BK) DPR merupakan alat kelengkapan paling muda
saat ini di DPR. BK merupakan salah satu alat kelengkapan yang bersifat
sementara. Pembentukan DK di DPR merupakan respon atas sorotan publik terhadap
kinerja sebagian anggota dewan yang buruk, misalnya dalam hal rendahnya tingkat
kehadiran dan konflik kepentingan.
BK DPR melakukan penelitian dan pemeriksaan terhadap dugaan
pelanggaran yang dilakukan oleh Anggota DPR, dan pada akhirnya memberikan
laporan akhir berupa rekomendasi kepada Pimpinan DPR sebagai bahan pertimbangan
untuk menjatuhkan sanksi atau merehabilitasi nama baik Anggota. Rapat-rapat
Dewan Kehormatan bersifat tertutup. Tugas Dewan Kehormatan dianggap selesai
setelah menyampaikan rekomendasi kepada Pimpinan DPR.
6.
Badan Legislasi
Badan Legislasi (Baleg) merupakan alat kelengkapan DPR yang
lahir pasca Perubahan Pertama UUD 1945, dan dibentuk pada tahun 2000. Tugas
pokok Baleg antara lain: merencanakan dan menyusun program serta urutan
prioritas pembahasan RUU untuk satu masa keanggotaan DPR dan setiap tahun
anggaran. Baleg juga melakukan evaluasi dan penyempurnaan tata tertib DPR dan
kode etik anggota DPR.
Badan Legislasi dibentuk DPR dalam Rapat paripurna, dan susunan
keanggotaannya ditetapkan pada permulaan masa keanggotaan DPR berdasarkan perimbangan
jumlah anggota tiap-tiap Fraksi. Keanggotaan Badan Legislasi tidak dapat
dirangkap dengan keanggotaan Pimpinan Komisi, keanggotaan Badan Urusan Rumah
Tangga (BURT), dan keanggotaan Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP).
7.
Badan Urusan Rumah Tangga
Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR bertugas menentukan
kebijakan kerumahtanggaan DPR. Salah satu tugasnya yang berkaitan bidang
keuangan/administratif anggota dewan adalah membantu pimpinan DPR dalam
menentukan kebijakan kerumahtanggaan DPR, termasuk kesejahteraan Anggota dan
Pegawai Sekretariat Jenderal DPR berdasarkan hasil rapat Badan Musyawarah.
8.
Badan Kerja Sama Antar-Parlemen
Badan Kerja Sama Antar-Parlemen, yang selanjutnya disingkat
BKSAP, dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat
tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan BKSAP pada permulaan masa
keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota BKSAP ditetapkan
dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota
tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun
sidang. Pimpinan BKSAP merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif
dan kolegial, yang terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga)
orang wakil ketua, yang dipilih dari dan oleh anggota BKSAP berdasarkan prinsip
musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan keterwakilan
perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.
BKSAP bertugas:
·
Membina, mengembangkan, dan meningkatkan hubungan persahabatan
dan kerja sama antara DPR dan parlemen negara lain, baik secara bilateral
maupun multilateral, termasuk organisasi internasional yang menghimpun parlemen
dan/atau anggota parlemen negara lain;
·
Menerima kunjungan delegasi parlemen negara lain yang menjadi
tamu DPR;
·
Mengoordinasikan kunjungan kerja alat kelengkapan DPR ke luar
negeri;
·
Memberikan saran atau usul kepada pimpinan DPR tentang masalah
kerja sama antarparlemen.
9.
Panitia Khusus
Jika dipandang perlu, DPR (atau alat kelengkapan DPR) dapat
membentuk panitia yang bersifat sementara yang disebut Panitia Khusus (Pansus).
Komposisi keanggotaan Pansus ditetapkan oleh rapat paripurna berdasarkan
perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Pansus bertugas melaksanakan tugas
tertentu yang ditetapkan oleh rapat paripurna, dan dibubarkan setelah jangka
waktu penugasannya berakhir atau karena tugasnya dinyatakan selesai. Pansus
mempertanggungjawabkan kinerjanya untuk selanjutnya dibahas dalam rapat
paripurna.
DPR dalam permulaan masa keanggotaan dan permulaan tahun sidang
DPR membuat susunan dan keanggotaan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN)
yang beranggotakan paling sedikit tujuh orang dan paling banyak sembilan orang
atas usul dari fraksi-fraksi DPR yang selanjutnya akan ditetapkan dalam rapat
paripurna dengan tugas untuk penelaahan setiap temuan hasil pemeriksaan Badan
Pemeriksaan Keuangan (BPK)
Struktur Lembaga Negara RI
Anggota DPR tidak dapat dituntut di hadapan pengadilan karena
pernyataan, pertanyaan/pendapat yang dikemukakan secara lisan ataupun tertulis
dalam rapat-rapat DPR, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Tata
Tertib dan kode etik masing-masing lembaga. Ketentuan tersebut tidak berlaku
jika anggota yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam
rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal-hal mengenai pengumuman rahasia
negara.
Anggota DPR tidak boleh merangkap jabatan sebagai pejabat negara
lainnya, hakim pada badan peradilan, pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri,
pegawai pada BUMN/BUMD atau badan lain yang anggarannya bersumber dari
APBN/APBD.
Anggota DPR juga tidak boleh melakukan pekerjaan sebagai pejabat
struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan,
advokat/pengacara, notaris, dokter praktek dan pekerjaan lain yang ada
hubungannya dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPR.
Jika anggota DPR diduga melakukan perbuatan pidana, pemanggilan,
permintaan keterangan, dan penyidikannya harus mendapat persetujuan tertulis
dari Presiden. Ketentuan ini tidak berlaku apabila anggota DPR melakukan tindak
pidana korupsi dan terorisme serta tertangkap tangan.
Komposisi DPR saat ini adalah komposisi yang berdasarkan Pemilu
2009. Anggota-anggota DPR yang terpilih berdasarkan Pemilu tersebut
mengelompokkan diri kedalam fraksi-fraksi.
Fraksi
|
Jumlah Anggota
|
Ketua
|
Fraksi Partai Demokrat (F-PD)
|
148
|
Anas Urbaningrum
|
Fraksi Partai Golongan Karya (F-PG)
|
107
|
Setya Novanto
|
Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP)
|
94
|
Tjahjo Kumolo
|
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS)
|
57
|
Mustafa Kamal
|
Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN)
|
46
|
Asman Abnur
|
Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP)
|
37
|
Hasrul Azwar
|
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB)
|
28
|
Marwan Ja’far
|
Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (F-Gerindra)
|
26
|
Mujiyono Haryanto
|
Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (F-Hanura)
|
17
|
Ahmad Fauzi
|
Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas DPR, dibentuk
Sekretariat Jenderal DPR yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden, dan
personelnya terdiri atas Pegawai Negeri Sipil. Sekretariat Jenderal DPR
dipimpin seorang Sekretaris Jenderal yang diangkat dan diberhentikan dengan
Keputusan Presiden atas usul Pimpinan DPR.
Untuk meningkatkan kinerja lembaga dan membantu pelaksanaan
fungsi dan tugas DPR secara profesional, dapat diangkat sejumlah pakar/ahli
sesuai dengan kebutuhan. Para pakar/ahli tersebut berada di bawah koordinasi
Sekretariat Jenderal DPR.
Keanggotaan DPR dipilih melalui pemilu. DPR bersidang sedikitnya
sekali dalam setahun (Pasal 19). DPR memegang kekuasaan membentuk UU, dan
setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden secara bersama-sama dan selanjutnya
disahkan oleh Presiden.
DPR memiliki fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Dan
untuk itu DPR diberikan hak-hak interpelasi, angket, menyatakan pendapat,
mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul, dan pendapat serta imunitas (Pasal
20). Fungsi DPR adalah sebagai berikut:
·
Fungsi legislasi berkaitan dengan wewenang DPR dalam pembentukan
undang-undang.
·
Fungsi anggaran, berwenang menyusun dan menetapkan RAPBN bersama
presiden.
·
Fungsi pengawasan, melakukan pengawasan terhadap pemerintah.
DPR diberikan hak-hak yang diatur dalam pasal-pasal UUD 1945,
antara lain:
·
Hak interpelasi, hak DPR untuk meminta keterangan pada presiden.
·
Hak angket, hak DPR untuk mengadakan penyelidikan atas suatu
kebijakan Presiden/ Pemerintah.
·
Hak menyampaikan pendapat.
·
Hak mengajukan pertanyaan.
·
Hak Imunitas, hak DPR untuk tidak dituntut dalam pengadilan.
·
Hak mengajukan usul RUU
Anggota DPR berhak mengajukan usul RUU (Pasal 21). Dalam hal
kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Perpu, dan pada masa
persidangan DPR berikutnya Perpu tersebut harus dimintakan persetujuan DPR.
Apabila DPR tidak menyetujuinya maka Perpu harus dicabut(Pasal 22). Anggota DPR
dapat diberhentikan dari jabatannya, dengan syarat-syarat dan tata cara yang
diatur dengan undang-undang (Pasal 22B).
4. Dewan Perwakilan
Daerah (DPD)
a.
Visi
Visi suatu organisasi atau lembaga pada dasarnya adalah
pernyataan cita-cita yang hendak dicapai atau dituju oleh lembaga atau organisasi
yang bersangkutan. Secara normatif, rumusan visi tersebut menjadi pedoman dasar
semua arah kebijakan, keputusan, dan tindakan yang akan dilakukan. Karena itu,
visi juga merupakan pernyataan pikiran dan kehendak untuk berubah dari keadaan
yang ada saat ini (das sein) ke
suatu keadaan yang diinginkan (das
sollen).
Lembaga Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) saat
ini masih terbentur pada satu masalah utama, yakni keberadaannya yang nisbi dan
‘serba-tanggung’ sebagai suatu lembaga legislatif. Gagasan dasar pembentukan
sebagai suatu lembaga pengimbang (check
and balance) kekuasaan, baik di lingkungan lembaga legislatif sendiri (DPR
dan MPR RI) maupun di lembaga-lembaga eksekutif (pemerintah), belum sepenuhnya
berfungsi secara optimal dan efektif.
Ada beberapa penyebab utama yang dapat diidentifikasi,
setidaknya sampai saat ini, yakni:
·
Keberadaannya sebagai suatu lembaga baru belum menemukan format
kerja dan struktur kelembagaan yang memadai;
·
Sebagian besar anggotanya adalah orang-orang baru dalam dunia
politik yang belum memiliki pengalaman nyata dalam praktik-praktik sistem
politik Indonesia selama ini;
·
Batasan fungsi dan kewenangan yang ada belum memiliki kekuatan
penuh dalam proses legislasi.
Berdasarkan masalah pokok dan mendasar itulah, rumusan visi DPD
RI yang disepakati pada Lokakarya Perencanaan Strategis DPD RI, 30 Agustus-1
September 2005 adalah sebagai berikut :
Terwujudnya Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI)
sebagai lembaga legislatif yang kuat, setaradan efektif dalam memperjuangkan
aspirasi rakyat dan daerah menuju masyarakat Indonesia yang bermartabat,
sejahtera, dan berkeadilan dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).
b. Misi
Berdasarkan visi tersebut, rumusan misi DPD RI masa bakti
2004–2009, disepakati sebagai berikut:
·
Memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah untuk mewujudkan
pemerataan pembangunan kesejahteraan rakyat dalam rangka memperkukuh keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia secara berkesinambungan.
·
Mendorong perhatian yang lebih besar dari pemerintah pusat
terhadap isu-isu penting di daerah.
·
Memperjuangkan penguatan status DPD RI sebagai salah satu badan
legislatif dengan fungsi dan kewenangan penuh untuk mengajukan usul, ikut
membahas, memberikan pertimbangan, dan melakukan pengawasan atas pelaksanaan
undang-undang, terutama yang menyangkut kepentingan daerah.
·
Meningkatkan fungsi dan wewenang DPD RI untuk memperkuat sistem check and balancemelalui amandemen
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
·
Mengembangkan pola hubungan dan kerja sama yang sinergis dan
strategis dengan pemilik kepentingan utama
di daerah dan di pusat.
Anggota DPD dipilih dari setiap provinsi melalui pemilu, setiap
provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggta DPD tidak lebih dari 1/3
jumlah anggota DPR. DPD bersidang sedikitnya sekali dalam setahun (Pasal 22C).
DPD berhak mengajukan RUU kepada DPR dan ikut membahasnya yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat-daerah, pembentukan dan
pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan SDA dan SDE serta yang
berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat-daerah, serta memberi pertimbangan
atas RUU APBN yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama (Pasal 22D).
DPD dapat melakukan pengawasan terhadap UU yang usulan dan pembahasannya dimiliki
oleh DPD.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 49 dan 50 Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD bahwa Anggota
DPD mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut:
a. Hak
·
Menyampaikan usul dan pendapat;
·
Memilih dan dipilih;
·
Membela diri;
·
Imunitas;
·
Protokoler;
·
Keuangan dan administratif.
·
Mengamalkan Pancasila;
·
Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dan menaati segala peraturan perundang-undangan;
·
Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan;
·
Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan
negara kesatuan Republik Indonesia;
·
Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat;
·
Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi
masyarakat dan daerah;
·
Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi,
kelompok, dan golongan;
·
Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada
pemilih dan daerah pemilihannya;
·
Menaati kode etik dan Peraturan Tata Tertib DPD; dan
·
Menjaga etika dan norma adat daerah yang diwakilinya.
Kewajiban
Berkenaan dengan kewajiban tersebut, hal itu mempertegas fungsi
politik legislatif Anggota DPD RI yang meliputi representasi, legislasi dan
pengawasan yang dicirikan oleh sifat kekuatan mandatnya dari rakyat pemilih
yaitu sifat “otoritatif” atau mandat rakyat kepada Anggota; di samping itu ciri
sifat ikatan atau “binding” yaitu
ciri melekatnya pemikiran dan langkah kerja Anggota DPD RI yang semata-mata
didasarkan pada kepentingan dan keberpihakan pada rakyat daerah.
5. Komisi
Pemilihan Umum(KPU)
Dalam rangka pelaksanaan Pemilu agar terselenggara sesuai asas
(Iuberjudil), maka dibentuklah sebuah komisi pemilihan umum yang bersifat
nasional, tetap, dan mandiri (Pasal 22E). KPU selain ada ditingkat pusat, juga
terdapat KPU daerah baik di provinsi maupun kabupaten/kota.
6. Bank
Sentral
Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan,
kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan UU
(Pasal 23D).
7.
Badan Pengawas Keuangan(BPK)
Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945 menetapkan bahwa untuk
memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa
Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil pemeriksaan
itu disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Berdasarkan amanat UUD Tahun 1945 tersebut telah dikeluarkan
Surat Penetapan Pemerintah No.11/OEM tanggal 28 Desember 1946 tentang
pembentukan Badan Pemeriksa Keuangan, pada tanggal 1 Januari 1947 yang
berkedudukan sementara dikota Magelang. Pada waktu itu Badan Pemeriksa Keuangan
hanya mempunyai 9 orang pegawai dan sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan
pertama adalah R. Soerasno. Untuk memulai tugasnya, Badan Pemeriksa Keuangan
dengan suratnya tanggal 12 April 1947 No.94-1 telah mengumumkan kepada semua
instansi di Wilayah Republik Indonesia mengenai tugas dan kewajibannya dalam
memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara, untuk sementara masih
menggunakan peraturan perundang-undangan yang dulu berlaku bagi pelaksanaan
tugas Algemene Rekenkamer (Badan Pemeriksa Keuangan Hindia Belanda), yaitu ICW
dan IAR.
Dalam Penetapan Pemerintah No.6/1948 tanggal 6 Nopember 1948
tempat kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan dipindahkan dari Magelang ke
Yogyakarta. Negara Republik Indonesia yang ibukotanya di Yogyakarta tetap
mempunyai Badan Pemeriksa Keuangan sesuai pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945;
Ketuanya diwakili oleh R. Kasirman yang diangkat berdasarkan SK Presiden RI
tanggal 31 Januari 1950 No.13/A/1950 terhitung mulai 1 Agustus 1949.
Dengan dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia Serikat
(RIS) berdasarkan Piagam Konstitusi RIS tanggal 14 Desember 1949, maka dibentuk
Dewan Pengawas Keuangan (berkedudukan di Bogor) yang merupakan salah satu alat
perlengkapan negara RIS, sebagai Ketua diangkat R. Soerasno mulai tanggal 31
Desember 1949, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan
di Yogyakarta. Dewan Pengawas Keuangan RIS berkantor di Bogor menempati bekas
kantor Algemene Rekenkamer pada masa pemerintah Netherland Indies Civil Administration
(NICA).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar