Minggu, 22 Desember 2013

Lembaga Negara di Indonesia



Yang dimaksud dengan Lembaga-Lembaga Negara adalah alat perlengkapan Negara sebagaimana dimaksudkan oleh Undang-undang Dasar 1945, yaitu:
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah salah satu lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, yang terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah. Dahulu sebelum Reformasi MPR merupakan Lembaga Negara Tertinggi, yang terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Utusan Daerah, dan Utusan Golongan.
Jumlah anggota MPR periode 2009–2014 adalah 692 orang, terdiri atas 560 Anggota DPR dan 132 anggota DPD. Masa jabatan anggota MPR adalah 5 tahun, dan berakhir bersamaan pada saat anggota MPR yang baru mengucapkan sumpah/janji.
Tugas dan wewenang MPR antara lain:
·         Mengubah dan menetapkan (Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945), (Undang-Undang Dasar)
·         Melantik Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum.
·         Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan (Mahkamah Konstitusi) untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden dalam masa jabatannya.
·         Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya.
·         Memilih Wakil Presiden dari 2 calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya.
·         Memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya.
Anggota MPR memiliki hak mengajukan usul perubahan pasal-pasal UUD, menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan putusan, hak imunitas, dan hak protokoler. Setelah Sidang MPR 2003, Presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat tidak lagi oleh MPR. MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota negara.
Sidang MPR sah apabila dihadiri:
·         sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah Anggota MPR untuk memutus usul DPR untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden
·         sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anggota MPR untuk mengubah dan menetapkan UUD
·         sekurang-kurangnya 50%+1 dari jumlah Anggota MPR sidang-sidang lainnya
Putusan MPR sah apabila disetujui:
·         sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anggota MPR yang hadir untuk memutus usul DPR untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden
·         sekurang-kurangnya 50%+1 dari seluruh jumlah Anggota MPR untuk memutus perkara lainnya.
Sebelum mengambil putusan dengan suara yang terbanyak, terlebih dahulu diupayakan pengambilan putusan dengan musyawarah untuk mencapai mufakat.
Alat kelengkapan MPR terdiri atas:
1.      Pimpinan, Panitia Ad Hoc, dan Badan Kehormatan.
Pimpinan MPR terdiri atas seorang ketua dan 4 orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh Anggota MPR dalam Sidang Paripurna MPR.
Pimpinan MPR periode 2009–2014 adalah:
·         Ketua: Taufiq Kiemas (F-PDIP)
·         Wakil Ketua: Hajriyanto Y. Thohari (F-PG)
·         Wakil Ketua: Melani Leimena Suharli (F-PD)
·         Wakil Ketua: Lukman Hakim Saifudin (F-PPP)
·         Wakil Ketua: Ahmad Farhan Hamid (Kelompok DPD)
Berdasarkan UUD 1945 (sebelum perubahan), MPR merupakan lembaga tertinggi negara sebagai pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat. Perubahan UUD 1945 membawa implikasi terhadap kedudukan, tugas, dan wewenang MPR. Kini MPR berkedudukan sebagai lembaga tinggi negara yang setara dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti Lembaga Kepresidenan, DPR, DPD, BPK, MA, dan MK.
MPR juga tidak lagi memiliki kewenangan untuk menetapkan GBHN. Selain itu, MPR tidak lagi mengeluarkan Ketetapan MPR (TAP MPR), kecuali yang berkenaan dengan menetapkan Wapres menjadi Presiden, memilih Wapres apabila terjadi kekosongan Wapres, atau memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersama-sama. Hal ini berimplikasi pada materi dan status hukum Ketetapan MPRS/MPR yang telah dihasilkan sejak tahun 1960 sampai dengan tahun 2002.
Saat ini Ketetapan MPR (TAP MPR) tidak lagi menjadi bagian dari hierarki Peraturan Perundang-undangan. Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota dari Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan menurut aturan yang ditetapkan dengan Undang-Undang. Undang-undang yang mengatur susunan Majelis Permusyawaratan Rakyat, dewasa ini ialah Undang-Undang No. 16 tahun 1969 jo. UU No. 5 Tahun 1975, tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Tugas Majelis Permusyawaratan Rakyat(MPR), adalah:
1. Menetapkan Undang-Undang Dasar.
2. Menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara.
3. Memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden.
4. MPR dapat memberhentikan Presiden sebelum habis masa jabatannya.
2. Presiden dan Wakil Presiden
Presiden memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD, dan dalam melakukan kewajibannya dibantu oleh Wakil Presiden. (Pasal 4) Presiden berhak mengajukan RUU, dan menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan UU (Pasal 5).
Tugas dan wewenang Presiden antara lain:
1. Memegang kekuasaan tertinggi atas AD, AL dan AU (Pasal 10).
2. Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain dengan   persetujuan DPR, terutama yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi Negara (Pasal 11).
3. Menyatakan keadaan bahaya, yang syarat dan akibatnya ditetapkan dengan UU (Pasal 12).
4. Mengangkat dan menerima duta dan konsul dengan memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 13).
5. Presiden memberikan grasi dengan pertimbangan MA, dan memberikan amnesty dan abolisi dengan pertimbangan DPR (Pasal 14).
6. Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan menurut UU (Pasal 15).
7. Presiden membentuk dewan pertimbangan yang bertugas memberi nasehat dan pertimbangan kepada Presiden (Pasal 16).
8. Presiden juga berhak mengangkat menteri-menteri sebagai pembantu Presiden (Pasal 17).
3. Dewan Perwakilan Rakyat(DPR)
Dewan Perwakilan Rakyat adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan lembaga perwakilan rakyat dan memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang. DPR memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum, yang dipilih berdasarkan hasil Pemilihan Umum. Anggota DPR periode 2009–2014 berjumlah 560 orang. Masa jabatan anggota DPR adalah 5 tahun, dan berakhir bersamaan pada saat anggota DPR yang baru mengucapkan sumpah/janji.
Sejarah DPR RI dimulai sejak dibentuknya Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) oleh Presiden pada tanggal 29 Agustus 1945 di Gedung Kesenian, Pasar Baru Jakarta yang kemudian dijadikan sebagai hari lahir DPR RI.
Dalam Sidang KNIP yang pertama dipilih pimpinan sebagai berikut:
·         Ketua : Mr. Kasman Singodimedjo
·         Wakil Ketua I : Mr. Sutardjo Kartohadikusumo
·         Wakil Ketua II : Mr. J. Latuharhary
·         Wakil Ketua III : Adam Malik
Adapun pimpinan saat ini (2010) sebagai berikut:
·         Ketua: H. Marzuki Alie, SE., MM. (Fraksi Partai Demokrat)
·         Wakil Ketua: Ir. Taufik Kurniawan, MM. (Fraksi Partai Amanat Nasional)
·         Wakil Ketua: Drs. H. Priyo Budi Santoso (Fraksi Partai Golongan Karya)
·         Wakil Ketua: Ir. H. Pramono Anung Wibowo, MM. (Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan)
·         Wakil Ketua: H.M. Anis Matta, Lc. (Fraksi Partai Keadilan Sejahtera)
Jika dihitung sejak Proklamasi 17 Agustus 1945, DPR RI saat (2010) ini adalah dewan yang ketujuhbelas. Dewan-dewan selengkapnya sebagai berikut:
·         Dewan Pertama: Komite Nasional Indonesia Pusat (29 Agustus 1945 – 15 Agustus 1950)
·         Dewan Kedua: DPR Republik Indonesia Serikat (15 Februari 1950 – 15 Agustus 1950)
·         Dewan Ketiga: DPR Sementara (16 Agustus 1950 – 26 Maret 1956)
·         Dewan Keempat: DPR Pemilu 1955 (26 Maret 1956 – 22 Juli 1959)
·         Dewan Kelima: DPR Peralihan (22 Juli 1959 – 26 Juni 1960)
·         Dewan Keenam: DPR Gotong Royong (26 Juni 1960 – 15 November 1965)
·         Dewan Ketujuh: DPR Gotong-Royong tanpa PKI (15 November 1965 – 19 November 1966)
·         Dewan Kedelapan: DPR Gotong Royong – DPR Orde Baru (19 November 1966 – 28 Oktober 1971)
·         Dewan Kesembilan: DPR Pemilu 1971 (28 Oktober 1971 – 1 Oktober 1977)
·         Dewan Kesepuluh: DPR Pemilu 1977 (1 Oktober 1977 – 1 Oktober 1982}
·         Dewan Kesebelas: DPR Pemilu 1982 (1 Oktober 1982 – 1 Oktober 1987)
·         Dewan Keduabelas: DPR Pemilu 1987 (1 Oktober 1987 – 1 Oktober 1992)
·         Dewan Ketigabelas: DPR Pemilu 1992 (1 Oktober 1992 – 1 Oktober 1997)
·         Dewan Keempatbelas: DPR Pemilu 1997 (1 Oktober 1997 – 1 Oktober 1999)
·         Dewan Kelimabelas: DPR Pemilu 1999 (1 Oktober 1999 – 1 Oktober 2004)
·         Dewan Keenambelas: DPR Pemilu 2004 (1 Oktober 2004 – 1 Oktober 2009)
·         Dewan Ketujuhbelas: DPR Pemilu 2009 (mulai 1 Oktober 2009)
Tugas dan wewenang DPR antara lain:
·         Membentuk Undang-Undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama
·         Membahas dan memberikan persetujuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
·         Menerima dan membahas usulan RUU yang diajukan DPD yang berkaitan dengan bidang tertentu dan mengikutsertakannya dalam pembahasan
·         Menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD
·         Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN, serta kebijakan pemerintah
·         Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan DPD
·         Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara yang disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan;
·         Memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial
·         Memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden
·         Memilih tiga orang calon anggota hakim konstitusi dan mengajukannya kepada Presiden untuk ditetapkan;
·         Memberikan pertimbangan kepada Presiden untuk mengangkat duta, menerima penempatan duta negara lain, dan memberikan pertimbangan dalam pemberian amnesti dan abolisi
·         Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain
·         Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat
·         Memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama;
·         Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang diajukan oleh DPD terhadap pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama;
Pada anggota DPR melekat hak ajudikasi dan legislasi yakni berupa hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Anggota DPR juga memiliki hak mengajukan RUU, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, membela diri, hak imunitas, serta hak protokoler.
Menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, DPR berhak meminta pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan. Jika permintaan ini tidak dipatuhi, maka dapat dikenakan panggilan paksa (sesuai dengan peraturan perundang-undangan). Jika panggilan paksa ini tidak dipenuhi tanpa alasan yang sah, yang bersangkutan dapat disandera paling lama 15 hari (sesuai dengan peraturan perundang-undangan).
Alat kelengkapan DPR terdiri atas:
a.      Pimpinan
Kedudukan Pimpinan dalam DPR dapat dikatakan sebagai Juru Bicara Parlemen. Fungsi pokoknya secara umum adalah mewakili DPR secara simbolis dalam berhubungan dengan lembaga eksekutif, lembaga-lembaga tinggi negara lain, dan lembaga-lembaga internasional, serta memimpin jalannya administratif kelembagaan secara umum, termasuk memimpin rapat-rapat paripurna dan menetapkan sanksi atau rehabilitasi. Pimpinan DPR bersifat kolektif kolegial, terdiri dari seorang ketua dan 4 orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh Anggota DPR dalam Sidang Paripurna DPR.
2.      Komisi
Komisi adalah unit kerja utama di dalam DPR. Hampir seluruh aktivitas yang berkaitan dengan fungsi-fungsi DPR, substansinya dikerjakan di dalam komisi. Setiap anggota DPR (kecuali pimpinan) harus menjadi anggota salah satu komisi. Pada umumnya, pengisian keanggotan komisi terkait erat dengan latar belakang keilmuan atau penguasaan anggota terhadap masalah dan substansi pokok yang digeluti oleh komisi.
Pada periode 2009-2014, DPR mempunyai 11 komisi dengan ruang lingkup tugas dan pasangan kerja masing-masing:
·         Komisi I, membidangi pertahanan, luar negeri, dan informasi.
·         Komisi II, membidangi pemerintahan dalam negeri, otonomi daerah, aparatur negara, dan agraria.
·         Komisi III, membidangi hukum dan perundang-undangan, hak asasi manusia, dan keamanan.
·         Komisi IV, membidangi pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan, perikanan, dan pangan.
·         Komisi V, membidangi perhubungan, telekomunikasi, pekerjaan umum, perumahan rakyat, pembangunan pedesaan dan kawasan tertinggal.
·         Komisi VI, membidangi perdagangan, perindustrian, investasi, koperasi, usaha kecil dan menengah), dan badan usaha milik negara.
·         Komisi VII, membidangi energi, sumber daya mineral, riset dan teknologi, dan lingkungan.
·         Komisi VIII, membidangi agama, sosial dan pemberdayaan perempuan.
·         Komisi IX, membidangi kependudukan, kesehatan, tenaga kerja dan transmigrasi.
·         Komisi X, membidangi pendidikan, pemuda, olahraga, pariwisata, kesenian, dan kebudayaan.
·         Komisi XI, membidangi keuangan, perencanaan pembangunan nasional, perbankan, dan lembaga keuangan bukan bank.
3.      Badan Musyawarah
Bamus merupakan miniatur DPR. Sebagian besar keputusan penting DPR digodok terlebih dahulu di Bamus, sebelum dibahas dalam Rapat Paripurna sebagai forum tertinggi di DPR yang dapat mengubah putusan Bamus. Bamus antara lain memiliki tugas menetapkan acara DPR, termasuk mengenai perkiraan waktu penyelesaian suatu masalah, serta jangka waktu penyelesaian dan prioritas RUU).
Pembentukan Bamus sendiri dilakukan oleh DPR melalui Rapat Paripurna pada permulaan masa keanggotaan DPR. Anggota Bamus berjumlah sebanyak-banyaknya sepersepuluh dari anggota DPR, berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi. Pimpinan Bamus langsung dipegang oleh Pimpinan DPR.
4.      Badan Anggaran
Badan Anggaran DPR dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap yang memiliki tugas pokok melakukan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Susunan keanggotaan Badan Anggaran ditetapkan pada permulaan masa keanggotaan DPR. Susunan keanggotaan Badan Anggaran terdiri atas anggota-anggota seluruh unsur Komisi dengan memperhatikan perimbangan jumlah anggota Fraksi.
5.      Badan Kehormatan
Badan Kehormatan (BK) DPR merupakan alat kelengkapan paling muda saat ini di DPR. BK merupakan salah satu alat kelengkapan yang bersifat sementara. Pembentukan DK di DPR merupakan respon atas sorotan publik terhadap kinerja sebagian anggota dewan yang buruk, misalnya dalam hal rendahnya tingkat kehadiran dan konflik kepentingan.
BK DPR melakukan penelitian dan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Anggota DPR, dan pada akhirnya memberikan laporan akhir berupa rekomendasi kepada Pimpinan DPR sebagai bahan pertimbangan untuk menjatuhkan sanksi atau merehabilitasi nama baik Anggota. Rapat-rapat Dewan Kehormatan bersifat tertutup. Tugas Dewan Kehormatan dianggap selesai setelah menyampaikan rekomendasi kepada Pimpinan DPR.
6.      Badan Legislasi
Badan Legislasi (Baleg) merupakan alat kelengkapan DPR yang lahir pasca Perubahan Pertama UUD 1945, dan dibentuk pada tahun 2000. Tugas pokok Baleg antara lain: merencanakan dan menyusun program serta urutan prioritas pembahasan RUU untuk satu masa keanggotaan DPR dan setiap tahun anggaran. Baleg juga melakukan evaluasi dan penyempurnaan tata tertib DPR dan kode etik anggota DPR.
Badan Legislasi dibentuk DPR dalam Rapat paripurna, dan susunan keanggotaannya ditetapkan pada permulaan masa keanggotaan DPR berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi. Keanggotaan Badan Legislasi tidak dapat dirangkap dengan keanggotaan Pimpinan Komisi, keanggotaan Badan Urusan Rumah Tangga (BURT), dan keanggotaan Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP).
7.      Badan Urusan Rumah Tangga
Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR bertugas menentukan kebijakan kerumahtanggaan DPR. Salah satu tugasnya yang berkaitan bidang keuangan/administratif anggota dewan adalah membantu pimpinan DPR dalam menentukan kebijakan kerumahtanggaan DPR, termasuk kesejahteraan Anggota dan Pegawai Sekretariat Jenderal DPR berdasarkan hasil rapat Badan Musyawarah.
8.      Badan Kerja Sama Antar-Parlemen
Badan Kerja Sama Antar-Parlemen, yang selanjutnya disingkat BKSAP, dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan BKSAP pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota BKSAP ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang. Pimpinan BKSAP merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial, yang terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua, yang dipilih dari dan oleh anggota BKSAP berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.
BKSAP bertugas:
·         Membina, mengembangkan, dan meningkatkan hubungan    persahabatan dan kerja sama antara DPR dan parlemen negara lain, baik secara bilateral maupun multilateral, termasuk organisasi internasional yang menghimpun parlemen dan/atau anggota parlemen negara lain;
·         Menerima kunjungan delegasi parlemen negara lain yang menjadi tamu DPR;
·         Mengoordinasikan kunjungan kerja alat kelengkapan DPR ke luar negeri;
·         Memberikan saran atau usul kepada pimpinan DPR tentang masalah kerja sama antarparlemen.
9.      Panitia Khusus
Jika dipandang perlu, DPR (atau alat kelengkapan DPR) dapat membentuk panitia yang bersifat sementara yang disebut Panitia Khusus (Pansus). Komposisi keanggotaan Pansus ditetapkan oleh rapat paripurna berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Pansus bertugas melaksanakan tugas tertentu yang ditetapkan oleh rapat paripurna, dan dibubarkan setelah jangka waktu penugasannya berakhir atau karena tugasnya dinyatakan selesai. Pansus mempertanggungjawabkan kinerjanya untuk selanjutnya dibahas dalam rapat paripurna.
DPR dalam permulaan masa keanggotaan dan permulaan tahun sidang DPR membuat susunan dan keanggotaan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) yang beranggotakan paling sedikit tujuh orang dan paling banyak sembilan orang atas usul dari fraksi-fraksi DPR yang selanjutnya akan ditetapkan dalam rapat paripurna dengan tugas untuk penelaahan setiap temuan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK)
Struktur Lembaga Negara RI
Anggota DPR tidak dapat dituntut di hadapan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan/pendapat yang dikemukakan secara lisan ataupun tertulis dalam rapat-rapat DPR, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Tata Tertib dan kode etik masing-masing lembaga. Ketentuan tersebut tidak berlaku jika anggota yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal-hal mengenai pengumuman rahasia negara.
Anggota DPR tidak boleh merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, hakim pada badan peradilan, pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri, pegawai pada BUMN/BUMD atau badan lain yang anggarannya bersumber dari APBN/APBD.
Anggota DPR juga tidak boleh melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat/pengacara, notaris, dokter praktek dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPR.
Jika anggota DPR diduga melakukan perbuatan pidana, pemanggilan, permintaan keterangan, dan penyidikannya harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden. Ketentuan ini tidak berlaku apabila anggota DPR melakukan tindak pidana korupsi dan terorisme serta tertangkap tangan.
Komposisi DPR saat ini adalah komposisi yang berdasarkan Pemilu 2009. Anggota-anggota DPR yang terpilih berdasarkan Pemilu tersebut mengelompokkan diri kedalam fraksi-fraksi.
Fraksi
Jumlah Anggota
Ketua
Fraksi Partai Demokrat (F-PD)
148
Anas Urbaningrum
Fraksi Partai Golongan Karya (F-PG)
107
Setya Novanto
Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP)
94
Tjahjo Kumolo
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS)
57
Mustafa Kamal
Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN)
46
Asman Abnur
Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP)
37
Hasrul Azwar
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB)
28
Marwan Ja’far
Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (F-Gerindra)
26
Mujiyono Haryanto
Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (F-Hanura)
17
Ahmad Fauzi
Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas DPR, dibentuk Sekretariat Jenderal DPR yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden, dan personelnya terdiri atas Pegawai Negeri Sipil. Sekretariat Jenderal DPR dipimpin seorang Sekretaris Jenderal yang diangkat dan diberhentikan dengan Keputusan Presiden atas usul Pimpinan DPR.
Untuk meningkatkan kinerja lembaga dan membantu pelaksanaan fungsi dan tugas DPR secara profesional, dapat diangkat sejumlah pakar/ahli sesuai dengan kebutuhan. Para pakar/ahli tersebut berada di bawah koordinasi Sekretariat Jenderal DPR.
Keanggotaan DPR dipilih melalui pemilu. DPR bersidang sedikitnya sekali dalam setahun (Pasal 19). DPR memegang kekuasaan membentuk UU, dan setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden secara bersama-sama dan selanjutnya disahkan oleh Presiden.
DPR memiliki fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Dan untuk itu DPR diberikan hak-hak interpelasi, angket, menyatakan pendapat, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul, dan pendapat serta imunitas (Pasal 20). Fungsi DPR adalah sebagai berikut:
·         Fungsi legislasi berkaitan dengan wewenang DPR dalam pembentukan undang-undang.
·         Fungsi anggaran, berwenang menyusun dan menetapkan RAPBN bersama presiden.
·         Fungsi pengawasan, melakukan pengawasan terhadap pemerintah.
DPR diberikan hak-hak yang diatur dalam pasal-pasal UUD 1945, antara lain:
·         Hak interpelasi, hak DPR untuk meminta keterangan pada presiden.
·         Hak angket, hak DPR untuk mengadakan penyelidikan atas suatu kebijakan Presiden/ Pemerintah.
·         Hak menyampaikan pendapat.
·         Hak mengajukan pertanyaan.
·         Hak Imunitas, hak DPR untuk tidak dituntut dalam pengadilan.
·         Hak mengajukan usul RUU
Anggota DPR berhak mengajukan usul RUU (Pasal 21). Dalam hal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Perpu, dan pada masa persidangan DPR berikutnya Perpu tersebut harus dimintakan persetujuan DPR. Apabila DPR tidak menyetujuinya maka Perpu harus dicabut(Pasal 22). Anggota DPR dapat diberhentikan dari jabatannya, dengan syarat-syarat dan tata cara yang diatur dengan undang-undang (Pasal 22B).
4. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
a.      Visi
Visi suatu organisasi atau lembaga pada dasarnya adalah pernyataan cita-cita yang hendak dicapai atau dituju oleh lembaga atau organisasi yang bersangkutan. Secara normatif, rumusan visi tersebut menjadi pedoman dasar semua arah kebijakan, keputusan, dan tindakan yang akan dilakukan. Karena itu, visi juga merupakan pernyataan pikiran dan kehendak untuk berubah dari keadaan yang ada saat ini (das sein) ke suatu keadaan yang diinginkan (das sollen).
Lembaga Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) saat ini masih terbentur pada satu masalah utama, yakni keberadaannya yang nisbi dan ‘serba-tanggung’ sebagai suatu lembaga legislatif. Gagasan dasar pembentukan sebagai suatu lembaga pengimbang (check and balance) kekuasaan, baik di lingkungan lembaga legislatif sendiri (DPR dan MPR RI) maupun di lembaga-lembaga eksekutif (pemerintah), belum sepenuhnya berfungsi secara optimal dan efektif.
Ada beberapa penyebab utama yang dapat diidentifikasi, setidaknya sampai saat ini, yakni:
·         Keberadaannya sebagai suatu lembaga baru belum menemukan format kerja dan struktur kelembagaan yang memadai;
·         Sebagian besar anggotanya adalah orang-orang baru dalam dunia politik yang belum memiliki pengalaman nyata dalam praktik-praktik sistem politik Indonesia selama ini;
·         Batasan fungsi dan kewenangan yang ada belum memiliki kekuatan penuh dalam proses legislasi.
Berdasarkan masalah pokok dan mendasar itulah, rumusan visi DPD RI yang disepakati pada Lokakarya Perencanaan Strategis DPD RI, 30 Agustus-1 September 2005 adalah sebagai berikut :
Terwujudnya Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) sebagai lembaga legislatif yang kuat, setaradan efektif dalam memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah menuju masyarakat Indonesia yang bermartabat, sejahtera, dan berkeadilan dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
b.      Misi
Berdasarkan visi tersebut, rumusan misi DPD RI masa bakti 2004–2009, disepakati sebagai berikut:
·         Memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah untuk mewujudkan pemerataan pembangunan kesejahteraan rakyat dalam rangka memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia secara berkesinambungan.
·         Mendorong perhatian yang lebih besar dari pemerintah pusat terhadap isu-isu penting di daerah.
·         Memperjuangkan penguatan status DPD RI sebagai salah satu badan legislatif dengan fungsi dan kewenangan penuh untuk mengajukan usul, ikut membahas, memberikan pertimbangan, dan melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang, terutama yang menyangkut kepentingan daerah.
·         Meningkatkan fungsi dan wewenang DPD RI untuk memperkuat sistem check and balancemelalui amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
·         Mengembangkan pola hubungan dan kerja sama yang sinergis dan strategis dengan pemilik kepentingan utama di daerah dan di pusat.
Anggota DPD dipilih dari setiap provinsi melalui pemilu, setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggta DPD tidak lebih dari 1/3 jumlah anggota DPR. DPD bersidang sedikitnya sekali dalam setahun (Pasal 22C).
DPD berhak mengajukan RUU kepada DPR dan ikut membahasnya yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat-daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan SDA dan SDE serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat-daerah, serta memberi pertimbangan atas RUU APBN yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama (Pasal 22D). DPD dapat melakukan pengawasan terhadap UU yang usulan dan pembahasannya dimiliki oleh DPD.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 49 dan 50 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD bahwa Anggota DPD mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut:
a.       Hak
·         Menyampaikan usul dan pendapat;
·         Memilih dan dipilih;
·         Membela diri;
·         Imunitas;
·         Protokoler;
·         Keuangan dan administratif.
·         Mengamalkan Pancasila;
·         Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati segala peraturan perundang-undangan;
·         Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan;
·         Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia;
·         Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat;
·         Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat dan daerah;
·         Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan;
·         Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada pemilih dan daerah pemilihannya;
·         Menaati kode etik dan Peraturan Tata Tertib DPD; dan
·         Menjaga etika dan norma adat daerah yang diwakilinya.
Kewajiban
Berkenaan dengan kewajiban tersebut, hal itu mempertegas fungsi politik legislatif Anggota DPD RI yang meliputi representasi, legislasi dan pengawasan yang dicirikan oleh sifat kekuatan mandatnya dari rakyat pemilih yaitu sifat “otoritatif” atau mandat rakyat kepada Anggota; di samping itu ciri sifat ikatan atau “binding” yaitu ciri melekatnya pemikiran dan langkah kerja Anggota DPD RI yang semata-mata didasarkan pada kepentingan dan keberpihakan pada rakyat daerah.
5.   Komisi Pemilihan Umum(KPU)
Dalam rangka pelaksanaan Pemilu agar terselenggara sesuai asas (Iuberjudil), maka dibentuklah sebuah komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri (Pasal 22E). KPU selain ada ditingkat pusat, juga terdapat KPU daerah baik di provinsi maupun kabupaten/kota.
6.    Bank Sentral
Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan,   tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan UU (Pasal 23D).
7.     Badan Pengawas Keuangan(BPK)
Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945 menetapkan bahwa untuk memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil pemeriksaan itu disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Berdasarkan amanat UUD Tahun 1945 tersebut telah dikeluarkan Surat Penetapan Pemerintah No.11/OEM tanggal 28 Desember 1946 tentang pembentukan Badan Pemeriksa Keuangan, pada tanggal 1 Januari 1947 yang berkedudukan sementara dikota Magelang. Pada waktu itu Badan Pemeriksa Keuangan hanya mempunyai 9 orang pegawai dan sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan pertama adalah R. Soerasno. Untuk memulai tugasnya, Badan Pemeriksa Keuangan dengan suratnya tanggal 12 April 1947 No.94-1 telah mengumumkan kepada semua instansi di Wilayah Republik Indonesia mengenai tugas dan kewajibannya dalam memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara, untuk sementara masih menggunakan peraturan perundang-undangan yang dulu berlaku bagi pelaksanaan tugas Algemene Rekenkamer (Badan Pemeriksa Keuangan Hindia Belanda), yaitu ICW dan IAR.
Dalam Penetapan Pemerintah No.6/1948 tanggal 6 Nopember 1948 tempat kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan dipindahkan dari Magelang ke Yogyakarta. Negara Republik Indonesia yang ibukotanya di Yogyakarta tetap mempunyai Badan Pemeriksa Keuangan sesuai pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945; Ketuanya diwakili oleh R. Kasirman yang diangkat berdasarkan SK Presiden RI tanggal 31 Januari 1950 No.13/A/1950 terhitung mulai 1 Agustus 1949.
Dengan dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan Piagam Konstitusi RIS tanggal 14 Desember 1949, maka dibentuk Dewan Pengawas Keuangan (berkedudukan di Bogor) yang merupakan salah satu alat perlengkapan negara RIS, sebagai Ketua diangkat R. Soerasno mulai tanggal 31 Desember 1949, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta. Dewan Pengawas Keuangan RIS berkantor di Bogor menempati bekas kantor Algemene Rekenkamer pada masa pemerintah Netherland Indies Civil Administration (NICA).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar